MENURUT Imam Al-Ghazali sebagaimana disebutkan dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 444 setidaknya ada lima 5 adab orang tua terhadap anak-anaknya sebagai berikut“Adab orangtua terhadap anak, yakni membantu mereka berbuat baik kepada orang tua; tidak memaksa mereka berbuat kebaikan melebihi batas kemampuannya; tidak memaksakan kehendak kepada mereka di saat susah; tidak menghalangi mereka berbuat taat kepada Allah SWT; tidak membuat mereka sengsara disebabkan pendidikan yang salah.” BACA JUGA Suami-Istri, Perhatikan Adab-adab Ini di Tempat Tidur Dari kutipan di atas dapat diuraikan kelima adab orang tua kepada anak-anaknya sebagai berikut Pertama, membantu anak-anak bersikap baik kepadanya Sikap anak kepada orang tua sangat dipengaruhi sikap orang tua kepada mereka. Jika orang tua sayang kepada anak-anak, mereka tentu akan membalas dengan kebaikan yang sama. Tidak mungkin anak-anak bersikap baik kepada orang tua, jika mereka diperlakukan semena-mena. Oleh karena itu ketika orang tua bersikap baik kepada anak-anaknya, sesungguhnya orang tua telah mendidik dan membantu anak-anaknya menjadi anak yang baik pula. Kedua, tidak memaksa anak-anak berbuat baik melebihi batas kemampuannya Orang tua perlu memahami psikologi perkembangan agar anak-anak dapat menjalani kehidupannya sesuai dengan fase-fase perkembangannya. Tidak bijak apabila anak-anak yang masih duduk di bangku TK sudah diperintahkan berpuasa sehari penuh selama Ramadhan. Mereka memang perlu dilatih berpuasa tetapi tidak boleh seberat itu. Demikian pula tidak bijak apa bila orang tua memaksakan kehendaknya agar mereka selalu menduduki ranking 1 di kelasnya, misalnya, sementara kemampuannya kurang mendukung. Ketiga, tidak memaksa anak-anak saat susah Sebagaimana orang dewasa, anak-anak juga bisa merasakan susah, misalnya karena kehilangan sesuatu yang menjadi kesayangannya seperti binatang kesayangan atau lainnya. Pada saat seperti ini orang tua sebaiknya dapat memahmi psikologi anak dengan tidak menambahi bebannya. Misalnya, orang tua melakukan perintah-perintah yang banyak dan berat sehingga menambah beban anak. Justru sebaiknya orang dapat menghibur dan membesarkan hati anaknya bahwa Allah akan mengganti apa yang hilang dari anak itu dengan sesuatu yang lebih baik. Keempat, tidak menghalangi anak-anak untuk berbuat taat kepada Allah SWT Tidak sebaiknya orang tua menghalangi anak-anak ketika mereka bermaksud melakukan ketaatan kepada Allah SWT, misalnya, berlatih puasa sunnah Senin-Kamis. Tetapi memang orang tua perlu memberi arahan untuk tidak berpuasa dahulu, misalnya, ketika kondisi anak sedang sakit. Orang tua perlu menjelaskan bahwa beberapa orang diperbolehkan tidak berpuasa, misalnya orang-orang yang sedang sakit, atau seorang ibu yang sedang menyusui anaknya yang masih kecil. Untuk puasa Ramadhan memang harus diganti apabila ditinggalkan, edang puasa sunnah tidak harus diganti. Kelima, tidak membuat anak-anak sengsara disebabkan pendidikan yang salah Adalah kewajiban orang tua mendidik anak dengan sebaik-baiknya sehingga anak memiliki ilmu yang cukup dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan. Apabila orang tua tidak cukup membekali anak dengan ilmu dan ketrampilan yang diperlukan dan malahan memanjakannya, maka hal ini bisa menyengsarakan anak di kemudian hari. Anak bisa bodoh dan tidak mandiri dalam banyak hal sehingga tidak bisa menolong dirinya sendiri apalagi orang lain. Keadaan seperti ini akan membuat anak sengsara dalam hidupnya. BACA JUGA 8 Adab Ketika Bangun Tidur 2-habis Singkatnya kelima hal di atas, yakni mengkondisikan anak sanggup dan mampu berbuat baik kepada orang tua, menghargai prestasi anak dalam meraih hal yang baik sesuai batas kemampuannya, mengerti perasaan anak ketika mereka sedang susah, mendukung anak untuk berbuat ketaatan kepada Allah SWT, dan membuat anak mampu hidup bahagia dengan pendidikan yang benar, merupakan adab atau etika minimal yang perlu dilakukan setiap orang tua kepada anak-anaknya. Demikianlah Imam Al-Ghazali memberikan resep kepada kita untuk menjadi orang tua yang baik. []
BagaimanaAdab Anak Terhadap Orang tua dan Guru? Orang yang secara jasmani menjadi asal keturunan anak adalah orang tua. Sosok yang paling dekat hubungannya dengan sang anak adalah orang tua. Pengorbanan orang tua terhadap anaknya sungguh tiada batasnya, mereka mendidik kita dan menyerahkan hidupnya demi keberlangsungan hidupBismillahirrahmanirrahim Dikisahkan, suatu saat Sultan Harun Ar-Rasyid mengirim salah satu putranya kepada Imam al-Ashma’i, salah satu imam dalam ilmu nahwu untuk belajar ilmu dan adab. Ketika mengunjungi putranya, Khalifah menyaksikan al-Ashma’i sedang berwudhu dan membasuh kaki beliau sedangkan putranya menuangkan air ke kaki sang guru. Melihat hal itu, Khalifah pun tidak menerima dan mengatakan kepada Imam al-Ashma’i, ”Sesungguhnya aku mengirim putraku pedamu agar engkau mengajarkan adab kepadanya. Kenapa engkau tidak memerintahkannya untuk menuangkan air dengan salah satu tangannya sedangkan tangan lainnya membersihkan kakimu?” Ini menunjukkan betapa terhormatnya guru atau orang yang berilmu. Sampai-sampai sekelas khalifah atau kepala negara masa itu harus mendatanginya untuk mendapatkan ilmu serta menasihati anak-anaknya untuk belajar dan menghormati guru. Sebagai orangtua, Harun Ar-Rasyid mempercayakan pendidikan anaknya kepada guru. Biaya yang dikeluarkan oleh beliau juga tak sedikit untuk memuliakan guru. Terlebih, guru juga diberi wewenang untuk mendidik anaknya sebagaimana anak-anak lain, tanpa harus sungkan karena mendidik anak khalifah. Contoh lain dari betapa adab orang tua terhadap guru sang anak memberikan dampak terhadap keberkahan ilmu anak adalah saat orang tua dari Sultan Muhammad Al-Fatih menyerahkan putranya kepada salah seorang ulama untuk dididik olehnya, Ayah Muhammad Al Fatih menyerahkan seutuhnya pendidikan tersebut kepada sang guru. Bahkan sang Ayah tidak sungkan untuk meminta guru Al Fatih untuk memukul Al Fatih kecil jika melakukan kesalahan atau tidak menurut saat diajarinya. Ini adalah bentuk kepasrahan orang tua terhadap guru dalam mendidik anak, mempercayakan pendidikan anak kepada guru, selagi guru itu takut kepada Allah. Ayah bunda, keberkahan ilmu anak bukan hanya ditentukan oleh penghormatan anak terhadap gurunya dan penghormatan kepada sumber ilmu. Tapi adab orang tua kepada guru sang anak juga sangat menentukan keberkahan ilmu sang anak sendiri. Suatu renungan bagi kita para orang tua, ketika mendapati anak-anak kita mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Bisa jadi kesulitan tersebut bukan karena ketidak mampuan anak-anak kita dalam hal belajar. Tapi ada sikap atau adab kita sebagai orang tua terhadap guru anak kita yang menutup cahaya keberkahan ilmu anak kita. Semoga kita sebagai orang tua bisa menjaga adab anak-anak dan adab orang tua sendiri terhadap gurunya, jangan sampai gara-gara adab orang tua buruk, sedangkan adab anak sudah baik, maka si anak menjadi siswa yang ilmunya tidak barokah karena ketidak Ridhoan guru. Dan semoga karena orang tua dan anak telah menjaga adab kepada guru anaknya membuat kita semua dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. DISCLAIMER Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini. Laporkan PenyalahgunaanKonselingIslam Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo Oleh, SATRIANI NIM Dibimbing Oleh: 1. Dr. Baso Hasyim, M.Sos.I. suaminya, kewajiban orang tua terhadap anaknya dan kewajiban anak terhadap orang tuanya.1 Kehidupan masyarakat khususnya keluarga tidak terlepas dari sistem nilai Para pembaca yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan adab kepada orang tua dan guru, beserta dalilnya. Selamat membaca. Pertanyaan Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ustadz mau tanya, bagaimana adab seorang anak terhadap guru dan orang tua? Ditanyakan oleh Sahabat BIAS melalui Grup WA Jawaban Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh Adab Istimewa Terhadap Guru Belajar ilmu agama tidaklah sama dengan belajar disiplin ilmu yang lain. Setiap hamba yang kewajibannya mengabdi kepada Sang Penciptanya, dituntut untuk belajar apa-apa yang menjadi fardhu ain bagi dirinya, tidak boleh tidak. Dia harus mempelajari ilmu syar’i yang hukumnya wajib, memahaminya, dan mengamalkannya. Dan orang yang secara khusus menghabiskan waktu mempelajari dan menelaah ilmu agama, disebut alim. Kelak dia akan menjadi guru bagi generasi penerus selanjutnya. Dahulu Al-Hasan bin Ali berkata kepada puteranya, “Apabila engkau bermajelis dengan orang-orang yang berilmu maka bersemangatlah untuk mendengar ketimbang berbicara. Belajarlah mendengar yang baik sebagaimana engkau belajar berbicara. Janganlah engkau memutus pembicaraan orang.” lihat Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih, 2/148 dalam riwayat lain disebutkan dari Al-Hasan Al-Bashri. Ajaran Islam Yang Mulia Mengajarkan Etika dan Adab Bagaimana seharusnya seorang murid bersikap terhadap gurunya. Budi pekerti yang luhur ini senantiasa diajarkan oleh para ulama setiap zaman kepada para penuntut ilmu, bahkan telah tetap arahan dan nasihat dari Nabi yang penuh kasih sayang, di mana beliau Shallallahu alaihi wasallam bersabda; لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” HR. Ahmad, no. 22755, dari sahabat Ubadah Bin Shamit dan dishahihkan ahli hadits Al Albani dalam Shahih Al Jami. Adab Kepada Orang tua, Semasa Hidupnya dan Sepeninggalnya Ikhwatal Iman Ahabbakumullah, saudara saudariku sekalian yang mencintai Sunnah dan dicintai oleh Allah Azza wa Jalla.. Orang tua adalah mutiara dalam kehidupan kita, banyak sekali ayat Al-Quran yang membahas tentang kewajiban bakti pada orang tua. Dan dengan banyaknya dalil tersebut ada satu hal yang harus digarisbawahi, yakni adab kepada orang tua bukanlah hukum sebab akibat, tetapi perintah langsung dari Allah. Tidak peduli bagaimana keadaan dan masa lalu orang tua kita, baik atau buruk, tanggung jawab atau tidak, peduli atau cuek, bakti kepada mereka tidak akan gugur. Jangan dianggap kita wajib berbakti ketika orang tua, sayang saja, ketika orang tua sabar saja, atau ketika sering membelikan hadiah saja, karena memang berbakti pada orang tua bukanlah hukum sebab akibat. Bahkan Allah telah mengaitkan kewajiban bakti kepada mereka setahap setelah kewajiban utama seorang hamba, yakni mentauhidkan Allah Azza wa Jalla وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah pada kedua orangtua” QS. An-Nisaa 36 قُلۡ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَيۡكُمۡۖ أَلَّا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗاۖ “Katakanlah “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, dan berbuat baiklah pada kedua orang tua.” QS. Al-An’am 151 وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan berbuat baiklah pada kedua orangtua” QS. Al-Israa 23 Dipenghujung surat Al-Israa ayat 23 di atas Allah juga langsung memberikan contoh kasus perihal adab berbicara pada orang tua إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا “Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah’ dan janganlah kamu membentak mereka serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” QS. Al-Isra 23 Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan أي لا تسمعهما قولا سيئا حتى ولا التأفيف الذي هو أدنى مراتب القول السيئ “Maksudnya jangan memperdengarkan kepada orang tua perkataan yang buruk. Bahkan sekadar Ah’ yang ini merupakan tingkatan terendah dari perkataan yang buruk” Tafsir Ibnu Katsir Wallahu Alam. Referensi – – Dijawab dengan ringkas oleh Ustadz Fadly Gugul حفظه الله Kamis, 13 Muharram 1443 H/ 11 Agustus 2022 M Ustadz Fadly Gugul حفظه الله Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember ilmu hadits, Dewan konsultasi Bimbingan Islam Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini BENTUKBENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA 1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang membuat orang tua sedih atau sakit hati. 2. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi panggilan orang tua. 11. 3. Membentak atau menghardik orang tua. Sebagai orang tua yang memondokkan anaknya di pesantren, tentu Anda pasti akan berkomunikasi serta berinteraksi dengan guru di pondok. Baik itu untuk sekedar menanyakan kabar anak, berkonsultasi dengannya seputar perkembangan pendidikan anak selama di pondok, membicarakan seputar administrasi, dan berbagai interaksi guru merupakan orang yang berilmu dan juga merupakan pendidik anak Anda, maka sudah selayaknya untuk menghormati dan menjaga adab kepadanya. Karena itu di artikel ini kami telah mengulas seputar adab wali santri terhadap guru yang harus diketahui. Semoga bermanfaat ya!1. Membuat Janji Sebelum Datang Untuk Bicara Kepadanya2. Memberikan Buah Tangan Ketika Mengunjunginya3. Berbicara Dengan Sopan dan Santun Kepadanya4. Memberikan Nasihat Kepada Anak Agar Tidak Jengkel Kepada Guru5. Gunakan Bahasa Formal Saat Chat DengannyaKisah Orang Tua yang Tidak Beradab Kepada Guru Anaknya1. Membuat Janji Sebelum Datang Untuk Bicara KepadanyaJika Anda selaku orang tua ingin datang ke pesantren untuk mengunjungi anak sekaligus berkonsultasi dengan gurunya, maka hendaknya membuat janji terlebih dahulu. Jangan sampai Anda langsung datang bertamu ke rumahnya tanpa pemberitahuan. Sebab hal itu dapat mengganggu kegiatannya. Karena bisa saja ketika Anda bertamu, kondisi guru tersebut sedang tidak sehat atau mungkin sedang itu membuat janji dilakukan karena mungkin saja ketika Anda sedang datang kepadanya, ada wali santri lain yang sedang berkonsultasi dengannya. Hal ini tentu mungkin akan membuat Anda jengkel dan kesal karena harus menunggu lama untuk bisa berbicara Memberikan Buah Tangan Ketika MengunjunginyaKetika mengunjungi anak ke pesantren, Anda sebagai orang tua tentu akan membawa berbagai macam makanan dan oleh-oleh untuk buah hati tercinta. Nah namun Anda juga jangan lupa memberi buah tangan kepada sang guru, baik itu berupa bingkisan makanan, oleh-oleh, kue, dan berbagai barang ini dilakukan tentu sebagai bentuk penghormatan Anda sebagai wali santri kepada guru. Sekaligus hal ini juga merupakan bentuk rasa terima kasih Anda kepada sang guru karena telah mendidik dan mengontrol anak Anda selama di Berbicara Dengan Sopan dan Santun KepadanyaSebagai wali santri, tentu Anda akan banyak berkonsultasi dan menanyakan tumbuh kembang anak selama di pesantren. Yang mana dalam hal ini Anda berkomunikasi dengan sang guru. Nah ketika sedang berkomunikasi, hendaknya Anda memperhatikan nada suara dan diksi bahasa yang digunakan. Jangan sampai Anda justru bicara tidak sopan mungkin guru tersebut usianya berada di jauh Anda, hendaknya Anda tetap memperhatikan Adab tersebut. Bicaralah dengan nada yang lembut dan tidak seolah mengintimidasinya. Kemudian jika Anda memiliki saran dan kritik atas kinerja guru ketika mendidik anak, sampaikanlah dengan santun dan tidak terkesan Memberikan Nasihat Kepada Anak Agar Tidak Jengkel Kepada GuruSetiap proses pembelajaran tentu tidak akan berjalan mulus. Terdapat berbagai rintangan yang akan menghadang. Misalnya terkadang guru yang mengajar tidak sesuai dengan kemauan santri, sehingga akhirnya santri tersebut tidak semangat belajar dan mengadukan masalah tersebut kepada Anda selaku orang berada dalam situasi dan kondisi seperti atas, sebagai orang tua hendaknya Anda menasihati anak Anda agar senantiasa tidak jengkel kepada sang guru. Sampaikanlah kepada anak bahwa setiap guru memiliki metode dan cara belajar masing-masing. Pahamkanlah kepadanya bahwa berkah ilmu berada di ridlo guru. Yang mana jika seorang santri tidak menyukai gurunya, maka bagaimana mungkin seorang guru akan rildo Gunakan Bahasa Formal Saat Chat DengannyaSeiring dengan semakin pesatnya teknologi, menjadikan setiap orang akan dekat dengan siapapun yang berjauhan dengannya. Karena itu terkadang banyak wali santri yang jarang mengunjungi pondok anaknya dengan segala kesibukannya. Akhirnya mereka pun berkomunikasi dengan guru pondok seputar perkembangan anaknya via chat atau meskipun komunikasi tersebut tidak terjadi secara langsung, hendaknya seorang wali santri juga tetap menjaga adab dan tata krama dalam berkomunikasi dengan guru. Jangan sampai Anda menchat guru secara berlebihan karena slow respon. Misalnya dengan spam chat dan yang Orang Tua yang Tidak Beradab Kepada Guru AnaknyaAda sebuah kisah yang sangat menarik dalam topik adab walis santri terhadap guru anaknya. Bahkan mungkin kisah ini sudah cukup tenar di kalangan kaum ada seseorang yang datang menjenguk anaknya ke madrasah miliki Syaikh Abdul Qadir Jailani. Dia melihat bahwa anak-anak mereka yang belajar pada Syekh Abdul Qadir diperlakukan seperti babu atau kucing. Hal ini karena para santri diberikan sisa makanan dari bekas gurunya. Kemudian terbersitlah pikiran kotor pada orang tua murid tersebut untuk memprofokasi orang tua cerita, salah satu orang tua yang merupakan orang terpandang, kaya dan bagian dari penguasa termakan provokasi yang dibuat. Sehingga ia datang menghadap Syekh Abdul Qadir dan mengungkapkan keberatannya atas perlakuan sang guru kepada anaknya yang dianggap melecehkan kehormatan dan kehormatan terjadilah dialog sebagai berikut “Wahai tuan syekh, saya mengantar anak saya kepada tuan syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing. Saya titipkan anak saya kepada Anda supaya anak saya jadi alim ulama’.”Syekh Abdul Qadir Jailani menjawab dengan singkat “Kalau begitu ambillah anakmu.”Kemudian si bapak tadi mengambil anaknya untuk pulang. Ketika keluar dari rumah syekh menuju jalan pulang, si bapak tersebut bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum syariat. Hebatnya, ternyata semua soal yang ditanyakan tersebut terjawab dengan tepat dan bahkan sangat rinci. Maka bapak tadi berubah pikiran dan ingin mengembalikan anaknya kepada Syekh Abdul Qadir.“Wahai tuan syekh, terimalah anak saya untuk belajar dengan tuan kembali. Didiklah anak saya. Ternyata anak saya selama ini tidak dididik seperti pembantu dan tidak juga diperlakukan seperti kucing. Bahkan saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa jika bersamamu.”Maka Syekh Abdul Qadir menjawab dengan jawaban yang telak “Bukan aku tidak mau menerimanya kembali, tapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima Ilmu dariku. Allah sudah menutup futuhnya Mata Hati untuk mendapat ilmu disebabkan orang tua yang tidak beradab kepada guru.”Dari kisah yang singkat ini, terdapat banyak ibroh yang sangat mendalam. Pada intinya, jika seorang orang tua ingin anaknya menjadi seorang yang alim dan faqih, maka hendaknya ia memperhatikan adab kepada guru anaknya. Karena sikap Anda kepada guru sang anak, akan berpengaruh terhadap keberkahan dan pemahaman ilmu yang disampaikan guru tersebut kepada anak A’lamBaca juga20 Kata-Kata Rindu Anak di Pesantren UU0z.